Formalen Soroti; Tunjangan DPRD Lembata lebih Fantastis Dibanding DPRD Flotim

Polemik tunjangan DPRD di kabupaten Lembata masih terus menjadi sorotan dari berbagai pihak bahkan hingga kini terus mendapat protes keras dari masyarakat. Gejolak ini berawal dari aksi para mahasiswa di Jakarta melakukan demonstrasi penolakan kenaikan tunjangan DPR – RI  tepatnya 25 Agustus 2025. Aksi protes terhadap kenaikan tunjangan wakil rakyat ini pun merambah ke seluruh jagat Indonesia. Kali ini Formalen juga mengambil sikap tegas menyoroti tunjangan Anggota DPRD Lembata yang dinilai sangat sangat fantastis dan tidak sebanding dengan pendapatan daerah (PAD) di Lembata  yang sangat kecil. Untuk Lebih jelasnya, Forum Parlemen Jalanan Lomblen (Formalen) juga melakukan investigasi  perbandingan tunjangan DPRD kabupaten Flores Timur dengan DPRD Kabupaten Lembata yang mana dianggap sangat mentereng,” berikut kata Broin Tolok anggota Formalen. Minggu 14/09/2025.

Menurut Broin Tolok anggota Forum Parlemen Jalanan Lomblen kepada media ini bahwa, Anggota DPRD di kabupaten Flores Timur menerima gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp. 22.951.155. Jumlah ini merupakan akumulasi bersih setelah dikurangi dengan potongan wajib seperti pajak penghasilan (PPh),”ungkap Broin.

Sementara  penghasilan bersih dari gaji dan tunjangan anggota DPRD kabupaten Lembata, setelah dikurangi dengan potongan wajib, sebesar Rp.32.817.533 setiap bulan.

Selain anggota, gaji dan tunjangan pimpinan DPRD Flores Timur  setelah dikurangi potongan wajib, sebesar Rp. 18.505.420 setiap bulan. Jumlah ini di luar tunjangan Forkopimda untuk pimpinan. Tunjangan Forkopimda di kabupaten Flores Timur sebesar Rp. 2.500.000.

Sedangkan gaji dan tunjangan pimpinan  DPRD Lembata berada di kisaran 43 juta rupiah per bulan. Meski tidak memperoleh tunjangan perumahan dan transportasi karena mendapatkan mobil dinas dan rumah jabatan, penghasilan pimpinan DPRD Lembata cukup mentereng karena diberi tunjangan makan minum sebesar 30 juta rupiah per bulan atau 1 juta rupiah per hari. Jumlah tersebut belum termasuk tunjangan Forkopimda untuk ketua DPRD.

Dengan demikian, selisih penghasilan anggota DPRD Flores Timur dengan anggota DPRD Lembata di kisaran 9,6 juta atau hampir mencapai 10 juta rupiah Gaji dan tunjangan anggota DPRD Lembata jauh lebih fantastis.

Pada  tingkat pimpinan DPRD, selisih penghasilan pimpinan DPRD Flores Timur dengan pimpinan DPRD Lembata di kisaran 24 juta rupiah. Penghasilan pimpinan DPRD Lembata jauh lebih mentereng, bahkan lebih besar selisih penghasilan pimpinan DPRD Lembata dari yang diterima pimpinan DPRD Flores Timur.

Menurut Broin, data yang dirilis ini cukup valid karena diperoleh dari slip gaji dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran atau DPA.

Broin menjelaskan, selisih penghasilan yang nilainya hampir 10 juta rupiah antara anggota DPRD Flores Timur dengan Anggota DPRD Lembata ini letaknya pada besaran tunjangan transportasi dan perumahan.

“DPRD Flores Timur itu tunjangan transportasi nya hanya 9 juta rupiah per bulan, itu sudah include PPh, sementara tunjangan perumahannya hanya 6 juta rupiah perbulan sudah termasuk PPh”,urai  Broin.

Bahkan menurutnya, selisih harga sewa mobil jenis minibus dan sewah rumah di kabupaten Flores Timur dengan  kabupaten Lembata sangat tipis.

Broin menjelaskan, gaji dan tunjangan untuk anggota dan pimpinan DPRD hanya bersumber  dari PAD. Sementara PAD kabupaten Lembata jauh lebih kecil dari kabupaten Flores Timur. Kabupaten Lembata memiliki beban hutang, sedangkan kabupaten Flores Timur tidak memiliki hutang daerah.

Dari data pembanding ini, Broin Tolok kepada media mendesak keras Bupati Lembata untuk segera menerbitkan Perbup baru agar hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD harus objektif sesuai dengan asas yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2023.

Sementara itu, koordinator umum FORMALEN, Heri Tanatawa menjelaskan, pihaknya telah dijanjikan oleh Bupati Lembata dalam forum dialog tanggal 8 September lalu, akan diundang untuk memberikan masukan terkait tuntutan pemangkasan tunjangan transportasi dan perumahan DPRD Lembata.

Namun menurut Heri Tanatawa, hingga Minggu 14 September 2025 pihaknya belum menerima undangan dari pemerintah kabupaten Lembata.

“Setelah kami dijanjikan oleh Bupati dan pak Sekda, ada informasi lagi bahwa pihak-pihak tertentu tidak menginginkan kehadiran kami dalam pembahasan soal tunjangan ini, jadi kita lihat saja. Yang pasti, kami akan terus melakukan aksi dan setiap jilid akan kami tingkatkan tensinya”, tegas Heri Tanatawa.

Ia juga menegaskan, perjuangan ini bukan tanpa dasar. “Kami sudah bandingkan dengan Flores Timur, yang lebih sejahtera. Bahkan Kabupaten Lembata. Dan Folres Timur juga  tidak masuk 10 besar kabupaten termiskin untuk provinsi NTT. Sementara Lembata justru masuk dalam 10 besar kabupaten di NTT yang masih tergolong miskin. Untuk itu wakil rakyat seharusnya lebih peka. Jangan sampai di tengah kemiskinan masyarakat, tunjangan pejabat justru melambung tinggi,”ujar  Heri Tanatawa.

“Perlu diketahui bahwa, Flores Timur tidak termasuk kabupaten termiskin, tetapi tunjangannya tetap rasional dan wajar. Pertanyaanya Bagaimana dengan Lembata? Kita berharap agar  para wakil rakyat di Lembata harusnya lebih peka terhadap kondisi daerah kita. Jangan sampai di tengah kemiskinan masyarakat, justru tunjangan pejabat semakin membebani daerah.

Untuk itu Heri menyampaikan bahwa pihak Formalen akan terus berkolaborasi untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lembata. Salah satu langkah yang diusulkan adalah pemangkasan tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan serta anggota DPRD Lembata, dengan perhitungan berdasarkan asas kepatutan dan rasionalitas.

“Ini bukan sekadar opini, aturannya ada dan kami sudah mempelajari dan membandingkan dengan tunjangan DPRD di Kabupaten Flores Timur.

DPRD Flores Timur telah menerapkan asas kewajaran, kepatutan, dan rasionalitas. Padahal Flores Timur tidak memiliki utang PEN dan tidak masuk dalam 10 besar kabupaten termiskin di NTT. Sementara Lembata masih termasuk kabupaten miskin di Provinsi NTT, tetapi tunjangan pejabat kita justru melambung tinggi.

Terkait tunjangan DPRD sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh penjabat bupati sebelumnya. Pada masa Penjabat Bupati Mateus Than, sempat diterbitkan Perbup tentang tunjangan transportasi dan perumahan DPRD. Namun, pada 1 Januari 2024, Perbup tersebut dicabut oleh Penjabat Bupati Paskalis Ola Tapobali, tutup Tanatawa.

Bagikan Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *